Senin, 14 November 2011

KESEMPATAN TERBAIK


Seorang anak merengek minta dibelikan jagung bakar. Dengan sedikit enggan ibunya mengulurkan selembar uang dan mengawasinyadari kejauhan.lalu si anak dengan tekun mengikuti gerak-gerik nenek tua penjual jagung bakar memainkan kipas bambunya. Mata kanak-kanaknya membulat terheran-heran pada pletikan pada biji jagung, asap serta harum yang bertebaran kemana-mana.
Sedangkan nenek tua berpakaian lusuh itu tersenyum melirik anak kecil yang kongkok di sebelahnya. Mata tuanya meredup melayang entah kemana. Sesekali dicubitnya pipi anak itu. Kemudian diberikannya jagung bakar itu kepada yang sedari tadi berharap-harap takjub, katanya, “ambil saja buat mu nak. Tak usah dibayar.” Si ibu mengucapkan terima kasih lalu berkata pada sang ayah, “lumayan, kita dapat rejeki satu jagung bakar.” Lalu mereka meninggalkan taman kota itu dengan kendaraan roda empat mereka.
Tunggu dulu wahai ibu! Mengapa kau menyebutnya sebagai rejeki? Bukankah demikian si nenek tua itu malah hilang sebagian penghasilannya yang tak seberapa? Tidakkah kau terpanggil untuk membalas pemberian itu dengan sesuatu yang lebih dari kata ucapan terima kasih?  Memang menerima selalu menyenangkan. Namun memberi dengan sikap yang tulus lebih membahagiakan. Tahukah kau, wahai ibu, hati nenek tua itu teramat terang: jauh lebih terang menerangi temaram senja ini.

0 komentar: